Dai Mahasiswa INAIFAS: Dari Kencong ke Pulau Run

Bagikan sekarang

Oleh: Rijal Mumazziq Zionis, M.H.I

Subuh tadi (Selasa, 22/3/2022), saya mengantar Mas Suta Wiharja Prasetyo ke Bandara Juanda Surabaya. Mahasiswa INAIFAS ini saya berangkatkan sebagai Dai Mahasiswa yang akan ditugaskan di Pulau Run, Maluku Tengah. Sebelum berangkat, Mas Suta juga minta doa restu kepada KH. A. Sadid Jauhari, Pengasuh PP. Assunniyyah Kencong, dan KH. Abdullah Ubaid Syafawi, Pengasuh PP. Al-Hikmah, Jombang-Jember.

Pulau Run alias Rhun, dimana itu? Terletak di kepulauan Banda, Maluku Tengah, pulau mungil ini merupakan penghasil pala berkualitas pada abad XVII. Awalnya dikuasai Inggris, lantas kerajaan ini menukar Pulau Run dengan Manhattan, New York, yang pada saat itu milik Belanda.

Dai Mahasiswa ini menjadi salah satu program unggulan INAIFAS sejak beberapa tahun silam, atas inisiatif KH. A. Sadid Jauhari, Pengasuh PP. Assunniyyah Kencong Jember. Realisasinya, mahasiswa dikirim ke beberapa pulau maupun kawasan luar Jawa selama setahun, ya setahun, alias dua semester.

Walaupun diprogram setahun, namun kenyataannya ada beberapa mahasiswa yang kerasan. Enggan pulang. Melampaui target penugasan. Soal nilai mahasiswa, bagaimana? Selama masa penugasan, mereka dijamin mendapatkan nilai A untuk semua mata kuliah. Sebab, ini bukan dispensasi, melainkan prestasi. Tidak semua mahasiswa sanggup menjalani program ini.

Di lokasi penugasan, mahasiswa menjalankan program pendidikan, penguatan literasi dan dakwah.

Selain Pulau Run, mahasiswa INAIFAS juga dikirim ke Pulau Sebatik, Kaltara; Sorong, Papua Barat; Anambas, Kepri; Kab. Sarolangun Jambi mendampingi Suku Anak Dalam; Nabire, Papua; dan juga di Kab. Tanah Bumbu, Kalsel.

Pengiriman dai mahasiswa ke Pulau Run ini merupakan bagian dari tindak lanjut MoU antara INAIFAS dengan STKIP Hatta-Syahrir, Banda Neira, yang diteken pada Maret 2021 silam, saat saya berkunjung ke pulau eksotik di Maluku Tengah itu. Pulau kecil dengan sejarah besar karena dalam kurun abad ke-16 hingga 18, pulau ini menjadi rebutan Inggris, Spanyol, Belanda hingga Portugis. Penyebabnya, Banda Neira menjadi penghasil buah pala komoditas ekspor yang berharga fantastis di Eropa.

Dari kiri : Ustadz Dr. Farid Muhammad M.S.I., Ketua STKIP Hatta Syahrir Banda Neira dan Rektor INAIFAS

Saya berterima kasih kepada Ustadz Dr. Farid Muhammad M.S.I., Ketua STKIP Hatta Syahrir Banda Neira yang sudah menyokong program ini. Ustadz Farid menandaskan apabila peluang dakwah di Pulau Run ini sangat terbuka. Di sana sudah ada madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah. Pada tahun ini, masyarakat berkeinginan mendirikan MAK.

Program dai mahasiswa ke Pulau Run ini bisa berjalan berkat Ekspedisi Banda Neira, saat saya bersama para sahabat (Gus Ahmad Khubby Ali R, Kang Abdul Aziz, Mas Risyad Tabattala, Mas Mahathir Muhammad, Mas Iskandar, Mas Hakam Solahuddin, dll) mengunjungi pulau ini pada Maret 2021 silam. Napak tilas perjuangan KH. Muhammad Bukhori, Blitar, yang diasingkan ke sini pada 1926-1938, ini malah berkembang dalam berbagai varian program pendidikan dan dakwah. Selain pengiriman dai mahasiswa ke Pulau Run, berkat Ekspedisi Banda Neira pula, sudah ada empat santri asal pulau ini yang mendapatkan beasiswa di INAIFAS dan di PP. Assunniyyah.

Terimakasih juga kepada Gus Zuhairuzzaman, Ketua Unit Pengumpul Zakat Infaq dan Sedekah (UPZIS) INAIFAS, yang telah memberi uang saku, dan juga kepada sahabat saya, seorang dokter dari Surabaya, dr. Saskia Dyah Handari, yang menitipkan dana bekal dakwah bagi Mas Suta.


Selepas mengantar keberangkatan Mas Suta ke Pulau Run, dalam beberapa pekan mendatang rencananya saya kirim satu-dua dai mahasiswa ke beberapa pulau di Provinsi Kepulauan Riau, yang menjadi tempat jelajah Mbak Zahrotur Riyad, dokter asal Lumajang dalam menjalankan program kemanusiaan (pendidikan dan kesehatan) di kepulauan ini.

Wallahu A’lam Bishshawab

Penulis

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top