Manusia Lele, Konsep Dakwah Da’i Mahasiswa UAS Kencong Kenalkan Agama dengan Fleksibel

Tidak sedikit konflik antar sesama pendakwah atau da’i terjadi di suatu daerah karena berbagai faktor, di lain sisi kebutuhan da’i di sebagian wilayah di Indonesia sangat dibutuhkan, salah satu faktor tersebut biasanya lantaran ada ego yang terciderai, merasa ada pesaing dan lain sebagainya.

Misalnya ada suatu pondok, sekolah atau majelis shalawat, namun suatu hari ada tokoh lain mendirikan lembaga atau kelompok dengan jenis yang sama. Jika legowo, hatinya rela karena menemukan kawan seperjuangan.

Akan tetapi jika egonya terganggu, akhirnya terjadi gunjingan kubu yang dianggap pesaing sehingga terjadi ketidak rukunan, dan akhirnya terjadi konflik terselubung maupun terbuka. Di sisi lain nilai positifnya adalah, semakin banyak lembaga yang sama maka akan terjadi saling berlomba dalam kebaikan.

Rektor Universitas Al Falah Assunniyyah (UAS) Kencong Jember, Gus Rijal Mumazziq Z menuturkan, demi hal itu, UAS Kencong menekankan ketika memulai program pengiriman Dai Mahasiswa atas instruksi KH Ahmad Sadid Jauhari agar menjadi manusia lele.

“Baik dikirim ke luar Jawa maupun luar negeri, juga wilayah Jember dan Lumajang untuk memilih hal yang lebih aman dalam dakwah para da’i mahasiswa dengan menjadi da’i yang fleksibel seperti ikan lele, yang bisa hidup di mana saja,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika ada lembaga pesantren, lembaga pendidikan, atau desa yang butuh dukungan da’i mahasiswa, baik di sekitar kampus maupun di luar Jawa maka akan dikirimkan da’i di wilayah yang membutuhkan tersebut.

“Kalau di sebuah desa belum ada mushoala, ya sudah kita dirikan, jika belum ada TPQ ya kita rintis, jika belum ada majelis taklim ya kita perjuangkan. Bahkan di Pulau Rhun, Banda Neira Maluku Tengah, pengiriman guru tugas dari Jawa terakhir kali pada 1975, dari Sidogiri. Setelah itu puluhan tahun tidak ada program dakwah disana,” lanjutnya.

Akhirnya, ujar Gus Rijal, pada 2022, UAS Kencong mengirimkan Dai Mahasiswa kesana hingga hari ini dan bahkan bisa didirikan TPQ dan merintis kajian kitab kuning disana. Sejak memulia program Da’i Mahasiswa ini, Gus Rijal mengaku tidak pernah mencantumkan nomor rekening setelah promosi program.

“Karena kesannya seperti mengemis, yang kita lakukan hanya mempromosikan program secara terus menerus, dan lama-lama akan ada yang support. Asalkan laporannya transparan, nggak slintat-slintut. Kasih foto-foto kegiatan, juga screenshot transferan, karena ini soal akuntabilitas publik, ini dana umat,” imbuhnya.

Ia mengatakan, dengan cara tersebut, para donatur program dakwah senang dengan laporan progres penyaluran dananya dan tahu kemana dana yang ia kirim dialirkan dan dimanfaatkan, tidak salah target dan tepat sasaran.

“Misalnya seperti laporan progres dakwah di Jadukan Tendas Mojosari Puger Jember. Berkat dukungan aghniya dari dalam maupun luar negeri, musholla ringsek kita perbaiki, tempat wudlu, toilet dan sumber air bersih juga didirikan. Rumah dinas bagi da’i mahasiswa juga selesai,” terangnya.

Yang terbaru, ungkap Gus Rijal, laporan dakwah dari salah satu da’i mahasiswa yang bernama Hadziq Ahmad Mutamakkin. Dai Mahasiswa Regional yang ditugaskan termasuk bagian dari manusia lele ini sejak awal Ramadhan, dia mengajari masyarakat yang terdiri 25 KK di sini dengan keilmuan dasar syariat Islam dengan berbekal kitab matan.

“Ada juga tanya jawab fiqh setiap malam Jumat di mushala yang awalnya rusak dan berhasil difungsikan kembali. Jadwal kegiatan keagamaan lumayan padat, kajian sebelum buka puasa dilakukan, tadarus setelah tarawih juga dibersamai olehnya dan TPQ dirintis. Dia pakai Metode Yanbu’a. Anak anak putus sekolah usia SD dia bimbing baca al-Qur’an, juga baca tulis,” jelas Gus Rijal.

Remaja usia SMP dan putus sekolah pun ia bimbing ngaji dengan literatur ringan. Dan menariknya semenjak mushala difungsikan, beberapa warga kerasan berkegiatan. Bahkan beberapa kali pada siang hari di tengah terik mentari, warga berteduh, shalat, lanjut membaca al-Qur’an.

“Puncaknya pada Idul Fitri lalu, sepanjang sejarah dusun, baru kali ini masyarakat disana dengan bahagianya melaksanakan shalat Idul Fitri di mushala mungil yang sampai hari ini belum bernama itu. Mas Hadziq juga kirim laporan selain TPQ yang mulai berjalan, dan dia sendirian mengajar, ada warga yang mengajaknya ke laut,” cerita Gus Rijal.

Di atas perahu, warga tersebut menyampaikan jika dia bersyukur setelah sekian lama tidak melaut, kini kembali bisa mencari ikan. Itupun pakai perahu majikannya yang masih baru. Rupanya, Hadziq diajak ikut karena untuk tasyakuran di atas kapal kecil itu.

“Kata nelayan ini, dulu dia selalu minta syarat ke dukun, dan dikasih syarat ini itu sama dukunnya, Sekarang berhubung ada Mas Hadziq ini, si nelayan mintanya minta doa sama dia, dan Mas Hadziq hanya mesam-mesem sembari melirik beberapa sesajen beraneka ragam yang diletakkan di atas perahu,” lanjut Gus Rijal.

Dengan percaya diri, Hadziq pun membaca doa untuk engawali tasyakuran perahu baru, Yang dia baca adalah Wirid Musabbi’at, wiridnya Nabi Khidir yang diijazahkan kepada Imam Ibrahim At-Taimi, yang di dapatkannya saat ngaji Ihya’ Ulumiddin kepada KH Sadid Jauhari, Pengasuh PP. Assunniyyah Kencong Jember.

“Dahsyat, Terimakasih kepada para dermawan-dermawati yang telah membantu dakwah kami di dusun pesisir Jember ini, semoga Allah meridhoi,” pungkasnya.

Penulis

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top