Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah (Inaifas) Kencong, Jember menggelar Penetapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sosialisasi Audit Mutu Internal (AMI). Kegiatan dipusatkan di Gedung Pascasarjana Lantai II pada Rabu (04/01/2023).
Kegiatan ini dihadiri Rektor Rijal Mumazziq Z., M.H.I., Wakil Rektor II Akhmad Zaeni, M.Pd., Wakil Rektor III Mohammad Dasuki, M.Pd., dan Wakil Rektor IV Zuhairuz Zaman, B.Sc., M.H. Selain itu, hadir pula Direktur Pascasarjana, Dekan, Ketua Program Studi, Pengelola UPPS, Kabag Akademik, Kabag Kepegawaian, Ketua LP3M, dan Kepala Perpustakaan serta perwakilan DEMA.
Ketua LPM Inaifas Fina Aunul Kafi, M.Pd mengatakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dilaksanakan dengan maksud untuk memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan (continuous improvement).
“Sekaligus untuk menyampaikan dan mengajarkan bagaimana implementasi sistem penjaminan mutu internal dan peran sumber daya pelaksana dalam membangun budaya mutu di kampus ini,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu agar dapat meningkatkan mutu perguruan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sedangkan tujuan pokok adalah menjamin pemenuhan standar pendidikan tinggi sehingga berkembang budaya mutu di kampus Inaifas.
“Budaya mutu merupakan suatu hal yang penting bagi suatu perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing,” cetusnya.
Sementara itu, Nur Jannah, M.Pd sebagai narasumber menyebut kebanyakan perguruan tinggi lebih mementingkan akreditasi atau SPME dari pada mementingkan SPMI, memang akreditasi selalu menjadi tujuan peningkatan mutu prodi atau perguruan tinggi.
“Begitu akreditasi keluar, institusi tidak lagi melakukan evaluasi mutu secara internal. Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, proses SPMI harus dilakukan perguruan tinggi minimal setiap setahun sekali,” jelasnya.
Perempuan yang menjabat Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) ini menegaskan, jika prodi atau perguruan tinggi hanya meningkatkan mutu semata guna mencapai nilai akreditasi baik, ada kecenderungan mutu internal tidak akan meningkat.
“Hal terpenting guna mencapai akreditasi yang baik ialah dengan menerapkan pola Continuous Quality Improvement (CQI). Dengan meningkatkan mutu internal terlebih dahulu, dapat dipastikan proses akreditasi juga akan baik,” cetusnya.
Dirinya menambahkan, perguruan tinggi dikatakan bermutu apabila mampu menetapkan serta mewujudkan visi kampus melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif), serta mampu memenuhi kebutuhan/memuaskan stakeholders (aspek induktif) yaitu kebutuhan mahasiswa, masyarakat, dunia kerja dan profesional.
“Sehingga, perguruan tinggi harus mampu merencanakan, menjalankan dan mengendalikan suatu proses yang menjamin pencapaian mutu,” tambahnya.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan tentang urgensi mengapa harus ada mutu di perguruan tinggi. Pertama, amanat UU No 3 Tahun 2020 dan UU sebelumya. Kedua, perkembangan teknologi yang semakin canggih maka menuntut perguruan tinggi harus bermutu dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Ketiga, tolak ukur kemajuan suatu bangsa berada di tangan perguruan tinggi. Sebab, output perguruan tinggi inilah yang akan berkontribusi besar pada kemajuan suatu bangsa. Keempat, daya saing lulusan baik nasional maupun internasional semakin ketat, karena itu perguruan tinggi harus dapat membekali lulusannya agar dapat bersaing dengan lulusan kampus lain.
“Maka dari itu, kita berharap perlunya merubah mindset bahwa mutu itu bukan hanya tanggung jawab ketua LPM tetapi tanggung jawab kita semua,” tandasnya.