Pendampingan Orang Tua Millenial terhadap Anak di Era Digital

Bagikan sekarang

Oleh : Rizqiyah Ratu Balqis, M.Pd. (Dosen Prodi PGMI INAIFAS)

Jika berbicara tentang keluarga tidak bisa lepas dari konsepnya yang terus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Meskipun keluarga tetap saja memiliki fungsi keagamaan, fungsi pendidikan, fungsi sosial budaya, fungsi reproduksi, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi pembinaan lingkungan dan fungsi ekonomi namun penerapannya bisa berubah sesuai dengan tuntutan hidup. Jika dahulu keluarga identik dengan peran ayah sebagai pencari nafkah dan ibu mengurus rumah maka sekarang ini konsep tersebut sudah mulai lapuk karena banyak perubahan.

Nah, bicara soal keluarga millenial mungkin beberapa orang masih belum tau tentang apa dan siapa itu keluarga millenial. Jika ditarik dengan konteks zaman sekarang, keluarga millenial yang terdiri dari para pasangan muda merupakan gambaran terkini sebuah perubahan zaman.

Pengertian keluarga milenial adalah sebuah keluarga yang terdiri dari ibu dan ayah yang lahir antara tahun 1981 hingga 1994 atau bisa dikatakan era 80-an dan 90-an. Dalam sistem pemikiran, jelas generasi Y atau milenial berbeda dari Baby Boomers (lahir sebelum tahun 1660) dan generasi X (lahir antara tahun 1961 hingga 1980).

Generasi Y yang hidup di era pembaruan tekonologi, tentunya memiliki fasilitas dan akses untuk membuat semua informasi menjadi lebih cepat tanpa mengenal batasan waktu. Serta untuk pola pikir dan karakter generasi Y dapat dikatakan lebih visioner dan inovatif melakukan terobosan-terobosan dalam penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Kelebihan generasi Y adalah cenderung terbuka dalam menyikapi bentuk kritik untuk kemajuan dari pada generasi Baby boomers dan generasi X yang cenderung sering terjebak pada konsep lawas atau jadul.

Keluarga millenial cenderung lebih berpikiran terbuka daripada generasi X dan baby boomers yang lebih konvensional. Keluarga millenial umumnya berusaha membentuk sebuah keluarga modern. Selain itu keluarga millenial juga mengutamakan sebuah bentuk kerja tim (antara ayah dan ibu) yang dilakukan dengan efisien. Keluarga millenial juga lebih menjunjung tinggi kesetaraan gender dalam menjalankan pekerjaan.

Untuk perkembangan buah hati, keluarga milenial umumnya berkiblat pada media sosial dan kecanggihan internet dalam belajar pola asuh anak mereka. Kecenderung milenial sebagai kalangan internet savvy kemudian diaplikasikan dalam peran dan fungsinya dalam keluarga. Mulai dari mencari rekomendasi dan ilmu di internet sampai dengan arahan untuk membantu keluarga yang lebih efektif.

Berbeda dari generasi sebelumnya, keluarga (orangtua) milenial justru bukan tipe orang tua yang terlalu mengekang anak. Orang tua milenial mengutamakan pendekatan yang membangun sikap responsif anak tanpa intimidasi. Hal ini juga merupakan dampak dari perubahan dunia yang menekankan pentingnya sikap keterbukaan. orang tua milenial juga mementingkan sikap empati, hal yang sekarang jauh lebih berkembang di dunia.

Berbeda dari masa lalu ketika kemampuan akademis anak dituhankan dan aspek lainnya cenderung diabaikan. Tujuannya agar anak bisa menjadi pribadi yang lebih humanis sekaligus skillfull. Pola pendekatan yang lebih demokratis dan mengikutsertakan anggota keluarga inti dalam proses pengambilan keputusan menjadi salah satu ciri khas keluarga milenial. Keluarga millenial umumnya juga memiliki perencanaan keluarga yang matang. Namun bukan berarti keluarga generasi sebelumnya tidak memiliki perencanaan, akan tetapi keluarga millenial lebih prepare bahkan tertulis.

Sehubungan dengan era digital, era digital di satu sisi memberikan peluang untuk perkembangan yang lebih luas, di sisi lain membawa ancaman yang cukup serius bagi generasi yang akan datang. Ancaman tersebut salah satunya adalah terkikisnya karakter generasi bangsa yang good and smart. Hal ini bisa terjadi karena era 4.0 menyediakan alternatif komunikasi gaya baru, yaitu melalui media sosial. Hanya bermodal kuota dan ponsel pintar, kita sudah mampu mengarungi jagat maya, menjelajahi dunia digital.

Di era digital segala hal berubah dengan cepat, anak-anak harus dibekali dengan kemampuan edukasi memadai. Karena anak-anak era kekinian banyak bersinggungan dengan internet, maka literasi digital menjadi salah satu alternatif yang paling mungkin untuk membangun pondasi pendidikan karakter era kini.

Keluarga memiliki peranan penting dalam pendidikan anak tidak terkecuali pada keluarga millenial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung orangtua dapat mendampingi dan membimbing anak belajar dan berinteraksi dan secara tidak langsung orangtua menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung pendidikan anak, penyediaan sarana dan prasarana, pemilihan pendidikan, pemberian kasih sayang, serta bentuk dukungan lainnya.

Menurut Islam, dalam diri setiap anak ada faktor bawaan. Faktor bawaan tersebut disebut fitrah. Potensi fitrah yakni keadaan manusia dan hubungan keadaan tersebut dengan agama (QS 30,30). Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan, bahwa fitrah adalah segala sesuatu yang melekat pada diri manusia semenjak kelahirannya. Fitrah sebagai potensi tauhid, yakni berupa kecenderungan untuk tunduk kepada Sang Maha Pencipta.

Sebagai sebuah potensi maka fitrah perlu dikembangkan melalui bimbingan dan arahan. Tugas utama dalam hal ini dibebankan kepada orangtua. “ Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikan ia seorang, Nasrani, Yahudi atau Majusi.” (Al Hadits).

Pendidikan karakter merupakan rangkaian sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi aspek pengetahuan, kesadaran dan kemauan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Sistem penanaman nilai karakter dilakukan secara berkelanjutan dan terus-menerus sampai muncul pembiasaan pada sikap dan perilaku anak sesuai nilai norma dalam masyarakat.

Hal ini juga mengandung maksud agar anak memperoleh pengalaman hidup yang utuh sejak perkembangan pertamanya yang dapat membentuk karakter pada anak. Karakter dari setiap anak harus dapat dikembangkan.

Karakter yang dibentuk pada anak melalui pembiasaan penanaman nilai-nilai lebih menekankan tentang nilai kebaikan serta memberikan arahan dan pemahaman tentang nilai perbuatan yang dianggap buruk. Nilai kebaikan dan keburukan dibangun melalui pemahaman, penghayatan dan pengalaman langsung pada kehidupan sehari- hari, sehingga nilai kebaikan dan keburukan bukan hanya sebagai pengetahuan.

Harapan dari penekanan pada nilai kebaikan adalah terbentuknya anak yang mempunyai kemampuan pemahaman dan penerapan tentang nilai-nilai kebaikan sehingga menjadi sebuah tahapan terbentuknya karakter pada anak yaitu tahu, paham kemudian mau melaksanakan karakter yang baik dalam kehidupan sehari- hari.

Sebagai keluarga millenial yang terdiri dari ayah dan ibu millenial tentunya perlu ada sebuah upaya pendampingan pada anak yakni generasi digital tersebut. Pendampingan orangtua dalam tumbuh kembang dan karakter anak merupakan hal yang sangat penting. Berdasarkan kasus yang ada, banyak anak mengalami kasus penyimpangan sosial, kasus kenakalan remaja dan lain sebagainya akibat penggunaan media digital yang kurang dikontrol oleh orangtua.

Maka untuk menghindari hal hal tersebut, orang tua perlu melakukan pendampingan secara efektif, diantaranya :


1. Menambah pengetahuan orangtua

Menjadi keluarga millenial sebenarnya banyak memiliki nilai tambah, sebab dari ciri khas generasi millenial yang telah disebutkan tadi mempermudah orangtua millenial dalam menggali informasi sebanyak-banyaknya melalui media internet dan digital pula. Oleh karena itu, orang tua perlu setiap hari meluangkan waktu untuk menge-cek riwayat pencarian atau mengontrol dan melihat situs – situs website yang pernah dikunjungi anak.

2. Mengarahkan dalam pemanfaatan perangkat dan media digital

Apabila anak sudah terpapar perangkat digital, orang tua perlu melakukan komunikasi yang lebih intens dan efektif untuk memutuskan berapa lama mereka dapat menggunakannya. Membuat kesepakatan-kesepakatan dalam disiplin penggunaan perangkat media digital pada anak.

3. Kreatif dalam memberikan pengalihan

Anak yang sudah terpapar perangkat media digital terkadang lebih sulit dibendung keinginannya dalam penggunaannya. Orang tua harus pintar membuat pengalihan dalam rangka mengimbangi paparan media digital. Keluarga millenial yang memang lekat akan penggunaan media digital tapi sekali waktu mungkin perlu merencanakan sebuah aktivitas pengalihan untuk mengenalkan anak pada dunia nyata seperti aktivitas berkesenian, aktivitas fisik seperti olah raga, bermusik, membaca interaktif dan mengenalkan permainan tradisional lainnya kepada anak.

4. Pinjamkan perangkat digital pada anak sesuai kebutuhan.

Penting sekali sebagai orangtua paham akan kebutuhan anak. Terlebih saat situasi pandemi dan pasca pandemi yang dalam pembelajaran di sekolah saja masih menggunakan perangkat media digital tentunya lebih memberi kesempatan anak lebih banyak menggunakan gadget, smartphone, dll. Kadang dengan alasan belajar, anak berlama-lama menggunakan gadget mereka. Padahal sesi pembelajaran dengan menggunakan perangkat digital sudah selesai. Maka orang tua juga harus betul-betul memberikan perhatian khusus dalam pendampingan belajar anak.

5. Pilihkan program/aplikasi/konten positif

Orangtua perlu memilihkan program/aplikasi dan bahkan konten konten positif yang memiliki nilai edukasi agar dapat memberikan dampak yang positif pula bagi tumbuh kembang anak.

6. Melakukan pendampingan

Dalam hal apapun orangtua perlu melakukan pendampingan kepada anak sebagai bentuk interaksi positif selama menggunakan media digital. Orangtua yang kreatif mengatur penggunaan media digital anak justru dapat memiliki waktu khusus (family time) sebagai salah satu aktivitas keluarga.

7. Tidak menjadi orangtua yang egois.

Keteladanan orang tua dalam pemanfaatan media digital penting bagi anak. Orang tua harus bijaksana dalam menggunakan media digital. Orang tua jangan sibuk sendiri dengan gawainya dan cenderung mengabaikan anaknya.

8. Telusuri aktivitas anak di dunia maya

Tak sedikit anak yang sudah mengenal dunia maya sejak dini. Orang tua millenial tentu terbuka akan kemajuan ini, namun hal ini juga tidak semata-mata dibiarkan begitu saja. Aktivitas anak di dunia maya juga harus menjadi perhatian orang tua. Orang tua bisa memantau rekam jejak anak di dunia maya (sosial media). Orang tua juga bisa memanfaatkan software untuk menyaring website yang berbau pornografi (web filtering). Piranti website ini sangat membantu orang tua dalam mengontrol dan memfilter konten yang tidak sesuai dengan tumbuh kembang anak.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top